Friday, March 25, 2022
Regret; too late
Tuesday, March 15, 2022
The end of loser
To run away from trouble is a form of cowardice and, while it is true that the suicide braves death, he does it not for some noble object but to escape some ill
|
Itulah yang konon dikatakan sebagai bentuk-bentuk kepemimpinan Aristoteles. Mungkin benar, mungkin tidak, karena orang mati tidak berbicara. Kebetulan aku sedang membaca tautan afiliasi yang menarik perhatianku ketika sedang membaca Layla dan Majnun.
Baris demi baris aku amini, sampai aku mendapati kalimat yang kalian lihat di awal.
Kurang lebih website asal tulisan tersebut menerjemahkan seperti ini (aku gubah berdasarkan ingatan):
"Ciri seorang penakut yaitu lari dari masalah, dan meskipun benar adanya bunuh diri adalah bentuk dari keberanian, ada orang yang melakukannya bukan demi harga diri namun lari dari hal yang tidak dia sukai"
Dan aku pun terdiam, memikirkan pikiran-pikiran egoisku selama ini.
Mungkin benar, selama ini aku mengharapkan kematian karena aku tidak sanggup menjalani hidup. Bukan tidak sanggup karena buntu, tapi aku tidak mau berusaha. Usahaku, jauh dari kata yang dapat dikatakan bersungguh-sungguh. Lalu ketika aku membandingkan keberhasilkanku dengan orang lain,yang hinggap di pikiranku bukanlah "Aku harus berusaha lebih keras dari ini", tetapi "Aku tidak berguna,aku sampah, aku harap aku mati."
Aku, kutanya pada diriku sendiri, ingin mati untuk siapa?
Apa kematianmu memperbaiki dunia? Atau meninggalkan duka? Atau menyakiti orang?
Apapun itu, kalimat tadi sungguh membuatku tersadar.
Mungkin juga karena aku punya apa yang mereka sebut privelege, apapun itu, aku ingin terus hidup, memperjuangkan nafasku, darahku, ekistsensiku, hingga aku pantas dihampiri kematian tanpa ada penyesalan yang terlambat.